Laman

Sabtu, 18 Juni 2011

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 mengatur mengenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan.
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Pasal 1).

A.Penghasilan dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1.Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan
2.Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3.Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta
4.Penghasilan lain-lain

B.SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)
Subjek Pajak Penghasilan terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri (Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan) dan Subjek Pajak Luar Negeri (Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi :
Orang Pribadi
Warisan Yang Belum Terbagi
Badan
Bentuk Usaha Tetap

C.TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)
Badan Perwakilan Negara Asing
Pejabat-Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat :
1.Indonesia menjadi anggota tersebut.
2.Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasioanal yang ditetapkan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

E.PENGHASILAN YANG TERMASUK KEDALAM OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 1)
Gaji, Upah, Honorarium, Komisi, Bonus, Uang Pensiun
Hadiah dari undian dan penghargaan
Laba Usaha
Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta
Penerimaan kembali dari pembayaran pajak
Bunga, Royalti, Sewa
Deviden yang diterima wajib pajak pribadi, Firma dan CV
Keuntungan karena pembebasan utang
Selisih kurs mata uang asing
Premi Asuransi

F.PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK KEDALAM OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3)
Bantuan / Sumbangan, Harta Hibahan
Warisan yang sudah dibagikan
Natura / Kenikmatan dalam bentuk fasilitas
Penggantian dari perusahaan asuransi
Deviden yang diterima PT sebagai WPDN, Koperasi, Yayasan, BUMN / BUMD

G.PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (Pasal 6)
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1.Cara biasa (Cara Pembukuan), yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan antara lain :
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
Biaya Penyusutan dan Amortisasi.
Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
Natura di daerah tertentu.
Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang dilakukan di Indonesia, magang, dan pelatihan.
2.Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya porsentase norma ditentukan berdasarkan keputusan dirjen pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran brutonya kurang dari Rp 1.800.000.000 setahun.

H.PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK / PTKP (Pasal 7)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto, yang hanya diberikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN.
Besarnya PTKP yang berlaku mulai tahun 2006 adalah :


No.
Jenis PTKP
Setahun
Sebulan
A
Untuk Wajib Pajak Sendiri
Rp 15.840.000
Rp 1.320.000
B
Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin
Rp 1.320.000
Rp 110.000
C
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami
Rp 15.840.000
Rp 1.320.000
D
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal), serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang
Rp 1.320.000
Rp 110.000

Catatan :
Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri (asumsi suami memiliki penghasilan).
Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang yang masing-masing besarnya Rp 1.320.000 setahun atau Rp 110.000 sebulan.
Bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.320.000 setahun atau Rp 110.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 (tiga) orang, masing-masing Rp 1.320.000 setahun atau Rp 110.000 sebulan.
Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

Contoh :
1.Wajib Pajak yang bernama Iqbal (K/2), maka cara mendapatkan besarnya PTKP (K/2) dalam setahun adalah :
(K/2) (K) status Kawin dan (2) memliki 2 tanggungan
PTKP : Wajib Pajak sendiri Rp 15.840.000
Status Kawin Rp 1.320.000
Tanggungan 2 orang Rp 2.640.000 +
PTKP Rp 19.800.000
Untuk tanggungan sebesar Rp 2.640.000 di dapat dari hasil perkalian 2 orang (tanggungan) x Rp 1.320.000. Apabila tanggungan tersebut lebih dari 3 orang maka yang diperhitungkan hanya 3 orang saja atau bisa kita simpulkan maksimal untuk tanggungan adalah sebesar Rp 3.960.000.
2.Pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak Tn. Firman berstatus kawin dengan tanggungan satu orang anak (K/1), apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak Tn. Firman untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) orang anak / tanggungan.
TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
Dalam Penghitungan Pajak yang harus dipotong / dipungut digunakan tarif pajak :
1.Tarif Progresif
Adalah Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :

a.Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Pengenaan Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000
5%
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000
15%
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000
25%
Diatas Rp 500.000.000
30%

b.Untuk Wajib Pajak Badan

Tarif tunggal 28% pada tahun 2009.

CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN
1.Cara Biasa (Cara Pembukuan)
a.Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Peredaran Usaha Rp XXX
Harga Pokok Penjualan Rp XXX -
Penghasilan Bruto Rp XXX
Biaya yang diperkenankan Rp XXX -
Penghasilan Neto Usaha Rp XXX
Penghasilan Lain-lain Rp XXX +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp XXX
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp XXX +
Penghasilan Netto Rp XXX
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp XXX -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp XXX
PTKP Rp XXX -
PKP Rp XXX

PPh Terutang : PKP x Tarif Pasal 17

b.Untuk Wajib Pajak Badan
Peredaran Usaha Rp XXX
Harga Pokok Penjualan Rp XXX -
Penghasilan Bruto Rp XXX
Biaya yang diperkenankan Rp XXX -
Penghasilan Neto Usaha Rp XXX
Penghasilan Lain-lain Rp XXX +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp XXX
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp XXX +
Penghasilan Netto Rp XXX
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp XXX -
PKP Rp XXX

PPh Terutang : PKP x Tarif Pasal 17

a.Untuk Perhitungan wajib Pajak Orang Pribadi
Contoh
Bapak Doni (K/2) seorang pengusaha ukiran di Jepara, data penjualan ukiran di tahun 2009 menurut pembukuan yang dibuat adalah sebesar Rp 650.000.000, Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi ukiran meliputi biaya operasional Rp 15.000.000, biaya administrasi Rp 17.500.000. Pada tahun 2009 Bapak Doni juga menerima penghasilan dari sewa mesin yang disewakannya sebesar Rp 20.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang apabila masih terdapat sisa kerugian tahun 2005sebesar Rp 25.000.000 ?

Penghitungan dengan cara biasa / pembukuan :
Peredaran Usaha Rp 650.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 300.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 350.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 32.500.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 317.500.000
Penghasilan Lain-lain Rp 20.000.000 +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 337.500.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0 +
Penghasilan Netto Rp 337.500.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp 25.000.000 -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 312.500.000
PTKP Rp 19.800.000 -
PKP Rp 292.700.000

Pajak Penghasilan Terhutang :
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15 % x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 42.700.000 = Rp 10.675.000 +
Rp 43.175.000



b.Untuk Perhitungan Wajib Pajak Badan

PT. DITA KOMP adalah perusahaan yang bergerak pada jual beli sparepart komputer, berdasarkan pembukuan tahun 2009 diketahui data-data sebagai berikut :
Penerimaan bruto sebesar Rp 4.500.000.000, persediaan per 1 Januari 2009 sebesar Rp 1.000.000.000, pembelian selama tahun 2009 Rp 2.500.000.000 dan persediaan per 31 Desember 2009 Rp 500.000.000, sedangkan biaya administrasi dan operasional Rp 450.000.000 dan masih terdapat sisa kerugian tahun 2005 Rp 125.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan terutang yang harus dibayar ?

Penghitungan dengan cara biasa / pembukuan :
Peredaran Usaha Rp 4.500.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 3.000.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 1.500.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 450.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 1.050.000.000
Penghasilan Lain-lain Rp 0 +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 1.050.000.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0 +
Penghasilan Netto Rp 1.050.000.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp 125.000.000 -
PKP Rp 925.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang :
28 % x Rp 925.000.000 = Rp 259.000.000


2. Dengan Cara Norma Perhitungan Penghasilan Netto
Contoh
Dokter Sigit (K/3) yang bertempat tinggal di Jakarta, membuka praktek di rumahnya. Selain itu dia juga memiliki bisnis perdagangan komputer. Selama tahun 2009 diketahui penghasilan bruto sebagai seorang dokter sebesar Rp 85.000.000 dan atas bisnis penjualan komputer sebesar Rp 55.000.000. Hitung Pajak Penghasilan yang terutang, dengan menggunakan norma perhitungan jika diketahui prosentase norma untuk dokter 40% dan penjualan komputer 12,5%.
Penghitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan Neto :
Dari Dokter : 40 % x Rp 85.000.000 = Rp 34.000.000
Penjualan Komputer : 12,5 % x Rp 55.000.000 = Rp 6.875.000 +
Jumlah Penghasilan Neto = Rp 40.875.000
PTKP = Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak = Rp 19.755.000
Pajak Penghasilan Yang Terutang :
5 % x Rp 19.755.000 = Rp 987.750

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000

A. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007)
1.Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5.Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6.Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8.Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9.Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10.Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12.Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13.Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14.Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
18.Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20.Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24.Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29.Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30.Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31.Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35.Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36.Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38.Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40.Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41.Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
a. Fungsi NPWP
Sebagai tanda pengenal / identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.

Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, contoh:
01 . 234 . 456 . 7 . 888 . 000

Kode Wajib Pajak

Siapa Yang Wajib NPWP
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
Yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas
Tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas tapi penghasilan sampai dengan suatu bulan lebih besar dari PTKP
Wanita Kawin Pisah Harta
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong

Pendaftaran NPWP
Berdasarkan sistem self assessment semua Wajib Pajak harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk langsung dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.

Penghapusan NPWP dilakukan jika :
1.Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2.Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3.Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
4.Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangaan statusnya sebagai bentuk usaha tetap.

Pegawai yang menerima Gaji / Upah Bulanan dan Pensiun

Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari pensiun tetap dikenakan pajak penghasilan atas uang pensiun yang diterimanya.
Untuk menentukan penghasilan kena pajak maka penghasilan bruto hanya dikurangi dengan Biaya Pensiun sebesar 5 % dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 36.000 sebulan atau Rp 432.000 setahun serta dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Contoh Kasus
Tn. Niko (K/3) bekerja pada perusahaan tekstil di Jakarta dengan gaji sebulan sebesar Rp 3.000.000, tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan masing-masing sebesar Rp 30.000 dan Rp 100.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi kematian dan premi kecelakaan kerja yang masing-masing besarnya Rp 20.000 dan Rp 25.000, Tn. Niko sendiri setiap bulannya membayar iuran THT dan iuran Pensiun sebesar Rp 10.000 dan Rp 15.000. Pada tanggal 1 September 2009 ia pensiun dan menerima uang pensiun setiap bulannya sebesar Rp 2.000.000. Berapakah PPh Pasal 21 terutang atas gaji dan pensiun yang diterimanya?
Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan Dana Pensiun

a.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 8 bulan (tahun 2007)
Penghasilan gaji sebulan Rp 3.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 100.000
Tunjangan Keluarga Rp 30.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 25.000
Premi Asuransi Kematian Rp 20.000 +
Total Penghasilan Bruto Gaji Rp 3.175.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.175.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 108.000
Iuran THT Rp 10.000
Iuran Pensiun Rp 15.000 +
Jumlah pengurang Rp 133.000 -
Penghasilan neto Gaji sebulan Rp 3.042.000
Penghasilan neto Gaji 8 Bulan 8 x Rp 3.042.000 Rp 24.336.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.216.000
PPh Pasal 21 atas gaji 8 bulan :
5 % x 3.216.000 = Rp 160.800

b.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 8 bulan dan Pensiun 4 bulan
Penghasilan Pensiun sebulan Rp 1.800.000
Pengurang :
Biaya Pensiun (5 % x Rp 1.800.000)
Maksimal diperkenankan Rp 36.000 -
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 1.764.000
Penghasilan neto pensiun 4 bulan Rp 7.056.000
Penghasilan neto Gaji 8 bulan Rp 24.336.000 +
Penghasilan neto Gaji dan Pensiun Rp 31.392.000
PTKP (K/3) Rp 21.120.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 10.272.000

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun :
5 % x Rp 10.272.000 = Rp 513.600

c.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pensiun
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun = Rp 513.600
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 160.800 -
PPh Pasal 21 atas Pensiun = Rp 352.800

d.Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiuan bulanan mulai Januari 2008
Penghasilan Pensiun sebulan Rp 2.000.000
Pengurang :
Biaya Pensiun (5 % x Rp 1.800.000)
Maksimal diperkenankan Rp 36.000 -
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 1.964.000
Penghasilan neto pensiun setahun Rp 23.568.000
PTKP (K/3) Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.448.000

PPh Pasal 21 terutang selama setahun
5 % x 2.448.000 = Rp 122.400
PPh Pasal 21 terutang selama sebulan
Rp 122.400 / 12 = Rp 10.200

D. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli
Pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli, antara lain :
* Pengacara * Notaris
* Akuntan * Penilai
* Arsitek * Aktuaris
* Konsultan * Tenaga ahli lain pemberi jasa profesi
Sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto dari masing-masing tenaga ahli dengan menggunakan norma perhitungan sebesar 50% untuk semua jenis pekerjaan tenaga ahli.

Contoh kasus
PT. Cita Rasa membayar honorarium kepada Akuntan Publik Choirul, Ak, BAP sebesar Rp 45.000.000 sebagai imbalan atas jasa pembukuan dan penyusunan laporan keuangan perusahaan, maka berapakah besarnya pajak penghasilan yang harus dipotong oleh perusahaan atas imbalan yang diberikan?
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli
Jenis Tenaga Ahli : Akuntan Publik
Penghasilan yang diterima : Rp 45.000.000
Pajak yang dikenakan atas Akuntan tersebut :
15 % x 50 % x 45.000.000 = Rp 3.375.000

E.Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang tebusan Pensiun dan Uang Pesangon
Pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya (pensiun) atau berhenti (dengan hormat) dapat diberikan uang tebusan pensiun / pesangon yang dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang diterima dimasa-masa berikutnya.
Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan hari tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut :

Penghasilan Bruto
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000
Dikecualikan dari pemotongan
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000
5%
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000
15%
Diatas Rp 500.000.000
25%

Contoh Kasus
Anton bekerja pada PT. ACER selama 15 tahun. Pada bulan Agustus ia berhenti bekerja dan mendapat uang pesangon Rp 100.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak yang dipotong atas pesangon tersebut!

Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon / tebusan pensiun
Penghasilan bruto Rp 100.000.000
Dikecualikan dari pemotongan Rp 50.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 50.000.000
PPh Pasal 21 terhutang
5 % x 50.000.000 Rp 2.500.000


Catatan
Apabila uang pesangon dibayarkan dalam dua tahap, pertama dibayarkan sebagai uang muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar tidak bekerja lagi, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon adalah dengan cara mengenakan tarif final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan diatas, setelah dikurangi jumlah yang dikecualikan dari pemotongan pajak sebesar Rp 50000.000. Sedangkan atas pembayaran tahap kedua atau sisanya dikenakan PPh Final langsung tanpa mengulangi pengurangan yang dikecualikan sebesar Rp 50000.000 dengan tarif yang merupakan kelanjutan dari perhitungan PPh Final tahap pertama sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. Pengertian PPh Pasal 25
Angsuran yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan setiap masa pajak (bulanan).

B. Cara mencari angsuran pajak penghasilan Pasal 25

PPh Terutang Menurut SPT Tahunan – Kredit Pajak
12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah dipungut / dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, 24, dan termasuk juga PPh Pasal 25, yang telah dibayar dalam tahun pajak.

C. Cara Mencari Angsuran PPh Pasal 25
Penghasilan Neto Rp XXX
Penghasilan Tidak Teratur Rp XXX -
Penghasilan Teratur Rp XXX
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp XXX -
Penghasilan Neto Usaha Rp XXX
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp XXX -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp XXX
Penghasilan Terutang : PKP X Tarif Pasal 17 Rp XXX
Kredit Pajak Penghasilan (yang sudah dibayarkan ke kas Negara) :
PPh Pasal 21 Rp XXX
PPh Pasal 22 Rp XXX
PPh Pasal 23 Rp XXX
PPh Pasal 24 Rp XXX +
Jumlah kredit Pajak Rp XXX -
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp XXX (A)
PPh Pasal 25 yang telah dibayar Rp XXX - (B)
Lebih bayar / Kurang bayar Rp XXX

Catatan:
1.Lebih bayar atau kurang bayar didapat dengan membandingkan antara pajak yang masih harus dibayar sendiri (A) dengan PPh Pasal 25 yang sudah dibayar (B).
2.Terjadi Lebih Bayar jika (B > A) dan Kurang Bayar jika (A > B)
3.Jika Lebih Bayar maka (B / 12), jika Kurang Bayar maka (A / 12).





Contoh Kasus

Tn. Boy Candra (K/1) mempunyai data penjualan tahun 2009 dengan penghasilan neto sebesar Rp 95.000.000 sedangkan ditahun 2005 menderita kerugian Rp 15.000.000. Pajak yang telah dibayar antara lain PPh Pasal 21 Rp 2.000.000, PPh Pasal 22 Rp 100.000, PPh Pasal 23 Rp 500.000 dan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000 serta angsuran PPh Pasal 25 yang telah dibayar sebesar Rp 9.500.000. Berapakah Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2009 dan berapakah pajak lebih / kurang bayar ditahun 2010?

Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 :
Penghasilan Neto Rp 95.000.000
Penghasilan Tidak teratur Rp 0 -
Penghasilan Teratur Rp 95.000.000
Kompensasi Kerugian tahun (2005) Rp 15.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 80.000.000
PTKP (K/1) Rp 18.480.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 61.520.000
Pajak Penghasilan Terhutang :
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15 x Rp 11.520.000 = Rp 1.728.000 +
Jumlah Pajak Penghasilan Terhutang Rp 4.228.000
Kredit Pajak Penghasilan
PPh Pasal 21 = Rp 2.000.000
PPh Pasal 22 = Rp 100.000
PPh Pasal 23 = Rp 500.000
PPh Pasal 24 = Rp 1.500.000 +
Jumlah kredit Pajak Rp 4.100.000 -
Pajak Yang Masih Harus Dibayar Sendiri Rp 128.000
PPh Pasal 25 yang sudah dibayar Rp 9.500.000 -
Lebih Bayar Rp 7.690.000

Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Tahun 2008 : Rp 9.500.000 / 12 = Rp 791.000

PPh Pasal 26

Pengertian PPh Pasal 26
Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalti, sewa, dan penghasilan lain atas penggunaan harta dan imbalan jasa teknik / manajemen dan jasa lainnya termasuk juga premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Atau pajak yang dipotong dari wajib pajak luar negeri atas pembayaran dari Indonesia atau atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia selain BUT di Indonesia

A.Wajib Pajak Luar Negeri
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau Warga Negara Asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

B.Pemotong PPh Pasal 26
Badan Hukum Lainnya ( PT, Fa, Yayasan, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)
Perseroan Yang Ditunjuk Oleh DJP

C.Objek PPh Pasal 26
Deviden
Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP / premi untuk menjamin selisih kurs, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
Hadiah dan Penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa tanah dan / bangunan
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

D.Tarif PPh Pasal 26 (Bersifat final)
a.PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto
Deviden
Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
Hadiah dan Penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

b.PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa tanah dan / bangunan
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri (Keputusan Menteri Keuangan No.624/KMK.04/1994) yaitu :
20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri
20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia

E.Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (Both Contracting State), dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.
Catatan :
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antara pemerintah RI dan negara lain (Treaty Partner / Perjanjian), penghitungan besarnya PPh 26 didasarkan pada tax treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).

Contoh Perhitungan :

1.PT. Coca cola Indonesia membayarkan Royalti kepada PT. Coca cola yang ada di USA atas licency yang diberikan sebesar Rp 1.000.000.000. Berapa PPh dipotong atas royalty tersebut?

PPh Pasal 26 yang dipotong : 20% x 1.000.000.000= Rp 200.000.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pengertian PPh Pasal 23
Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas penggunaan harta dan imbalan jasa teknik /manajemen dan jasa lainnya.

Subjek PPh Pasal 23
Wajib Pajak Dalam Negeri atau Warga Negara Asing yang berada di Indonesia lebih dari 6 bulan atau lebih dari 183 hari.

Pemotong PPh Pasal 23
Badan Pemerintah
BUMN / BUMD
Badan Hukum Lainya (PT, Fa, Yayasan, Koperasi, Perhimpunan Kongsi (Perhimpunan Kerja Sama), BUT / Badan Usaha Tetap, dll)
Perseroan yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Objek PPh Pasal 23
Deviden yang diterima oleh orang pribadi, Yayasan, CV, Firma dan Kongsi.
Bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang
Sewa Atas Penggunaan Harta dalam PPh Pasal 4 ayat 2
Royalti (Imbalan berupa royalty hak atas harta berwujud, hak atas harta tidak berwujud dan informasi yang belum diungkapkan secara umum)
Hadiah / Penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi, sepanjang jumlahnya melebihi Rp. 144.000,- setiap bulannya.
Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Kontruksi, dan jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Tidak Dipotong PPh Pasal 23
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank, berdasarkan PP No.51 Thn 1994
Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi, hal ini didasarkan atas UU PPh Pasal 23 ayat 4 huruf b.
Deviden yang diterima oleh : Perseroan terbatas WPDN
Koperasi
Yayasan
Organisasi sejenis
Bunga obligasi yang diterima / diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (UU PPh Pasal 4 ayat 3 huruf j)
Bagian yang diterima / diperoleh perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi.
Sisa Hasil Usaha Koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya, yang bunganya kurang dari Rp. 240.000 / bulan. Berdasarkan KMK No. 522/KMK.04/1998
Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

A.Tarif PPh Pasal 23

Tarif 15% x jumlah bruto atas :
1.Deviden, termasuk deviden dari Perusahaan Asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
2.Bunga selain bunga tabungan, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang
3.Royalti
4.Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21
5.Tarif bunga tabungan sebesar 20%, dengan syarat : tabungan / deposito harus melebihi Rp. 7.500.000,-

Tarif 15% x Perkiraan Penghasilan Netto

Perkiraan Penghasilan Netto atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta (Pajak Penghasilan Bersifat Tidak Final)
No.
Jenis Penghasilan
Perkiraan Penghasilan Neto
1
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.

10% dari
Jumlah bruto tidak termasuk PPN
2
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
30% dari
Jumlah bruto tidak termasuk PPN



Perkiraan Penghasilan Netto Atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultasi dan Jasa Lain.
No.
Jenis Penghasilan
Perkiraan Penghasilan Neto
I
1.Jasa teknik
2.Jasa manajemen
3.Jasa konsltansi kecuali konsultansi konstruksi
30%
dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
II
1.Jasa pengawasan konstruksi
2.Jasa perencanaan konstruksi
26 ⅔%
dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang, tidak termasuk PPN
III


























































Jasa lain :
1.Jasa penilai
2.Jasa aktuaris
3.Jasa akuntansi
4.Jasa perancang
5.Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
6.Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7.Jasa penambangan dan jasa penujang di bidang penambangan selan migas.
8.Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.
9.Jasa penebangan hutan
10.Jasa pengolahan limbah
11.Jasa penyedia tenaga kerja
12.Jasa perantara
13.Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) dan KPEI (Kliring Penjaminan Efek Indonesia)
14.Jasa kustodian/ penyimpanan / penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15.Jasa pengisian suara
16.Jasa mixing film (translate ke bahasa lain)
17.Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
18.Jasa instalasi / pemasangan :
mesin, lisrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel
peralatan
kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi da mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
19. Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan :
mesin, lisrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel
peralatan
alat-alat transportasi / kendaraan
bangunan,
kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi da mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

30%
dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN

20.Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk :
Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan
Jasa instalasi / pemasangan peralatan, mesin/listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel;
sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
13 ⅓%
dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN

21.Jasa maklon (Perantara jasa antar usaha sejenis)
22.Jasa penyidikan dan keamanan
23.Jasa penyelenggara kegiatan / event organizer
24.Jasa pengepakan

20%
dari jumlah imbalan jasa tidak termauk PPN

25.Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
26.Jasa pembasmian hama
27.Jasa kebersihan / cleaning service

10%
dari jumlah imbalan jasa tidak termauk PPN

28.Jasa catering
10%
dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN

PPh Pasal 23 Bersifat FINAL

Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi : 15% x jumlah bruto
Persewaan Tanah dan Bangunan : 10% x Nilai Bruto Persewaan
Nilai Persewaan adalah jumlah biaya yang dibayarkan, biaya perawatan, keamanan dan fasilitas lainnya

Contoh Soal :

1.PT Sukses membayar tagihan sewa bus (untuk jemputan karyawan) kepada PO. Lancar Terus sebesar Rp 3.300.000 (termasuk PPN 10%). Hitung PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. Sukses!

Pajak Penghasilan atas Sewa sebesar :
= 15% x 10% x Penghasilan bruto (Tanpa PPN)
= 1,5% x (100/110 x 3.300.000) = Rp 45.000
Yang melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 adalah PT. Sukses

2.Seorang wajib pajak pada tahun 2007 menerima penghasilan yang berasal dari jasa perancang interior dan pertanaman sebesar Rp 75.000.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 23 atas jasa yang diberikan tersebut?

PPh Pasal 23 : 15 % x 30% x Rp 75.000.000 = Rp 3.375.000

PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 FORMULIR 1721

PT. INDAH GARMENT perusahaan yang bergerak dibidang industri garment mempunyai data karyawan untuk pengisian SPT PPh Pasal 21 tahun pajak 2009 sebagai berikut:

Nama Pemotong Pajak : PT. INDAH GARMENT
NPWP : 05.721.045.3.999.000
Alamat : Jl. Cempaka Raya II No. 4
Jakarta Timur 13810
No. Telepon : (021) 8727538
Nama Pimpinan Perusahaan : Wijaya Kusuma

DATA PENGHASILAN PEGAWAI

I.Pegawai Tetap

1.Nama : Wijaya Kusuma
Alamat : Jl. Pegangsaan No 14 Jakarta
Jabatan : Direktur
Status : Kawin / 4 anak
Mulai bekerja : 1 Januari 2009

Penghasilan dan potongan setiap bulan selama tahun 2009 :
Gaji Rp. 2.500.000
Tunjangan jabatan Rp. 1.000.000
Tunjangan makan Rp. 400.000
Tunjangan transport Rp. 500.000
Bonus tahun 2009 Rp 10.000.000
Iuran pensiun yang dibayar karyawan Rp. 50.000

2.Nama : Andika Prasetyo
Alamat : Jl. Anggrek No. 19C Jakarta
Jabatan : Staff Keuangan
Status : Duda
Mulai bekerja : 1 Januari 2009

Penghasilan dan potongan setiap bulan selama tahun 2009 :
Gaji Rp. 2.000.000
Tunjangan jabatan Rp. 800.000
Tunjangan transport Rp. 400.000
Tunjangan makan Rp. 300.000
Bonus tahun 2009 Rp 2.000.000
Iuran Pensiun yang dibayar karyawan Rp. 30.000

3.Nama : Andriana Susanti
Alamat : Jl. Indah Permai No.50 Jakarta
Jabatan : Staff Personalia
Status : kawin / 1 anak ( suami bekerja )
Mulai bekerja : 1 Januari 2009

Penghasilan dan potongan setiap bulan selama tahun 2009 :
Gaji Rp. 1.900.000
Tunjangan jabatan Rp. 300.000
Tunjangan transport Rp. 250.000
Tunjangan makan Rp. 200.000
Bonus tahun 2009 Rp 2.000.000


4. Nama : Singgih Sanyoto
Alamat : Jl. Kasuari No.20 Jakarta
Jabatan : Staff Keuangan
Status : Kawin / 0

Penghasilan dan potongan setiap bulan selama tahun 2009 :
Gaji Rp. 1.800.000
Tunjangan jabatan Rp. 300.000
Tunjangan transport Rp. 250.000
Tunjangan makan Rp. 250.000



II.Pegawai Tidak Tetap

1. Nama : Glenn Lasso
Alamat : Jl. Mahakam No. 12 Jakarta
Status : Kawin / 0
Masa Bekerja : Januari – Desember 2009
Penghasilan yang dibayar tiap bulan Rp 1.500.000

III.Penerima Honorarium

1.Nama : Virginia Brillianty
Alamat : Jl. Bouleverd No. 4 Jakarta
Status : Kawin / 1 anak
Honorarium yang dibayar atas Jasa Pelatihan Pegawai sebesar Rp 1.200.000
IV.Komisaris

1.Nama : Cleo Berlianqa
NPWP : 05.687.451.3.000.468
Alamat : Jl. Swadinda No. 03B Jakarta
Status : Kawin / 3 anak
Honorarium yang diterima sebesar Rp. 50.000.000.

V.Tenaga Ahli

1.Nama : Sabrina Choirunnisa
NPWP : 07.475.682.4.331.261
Alamat : Wisma Bahari Kav. 32 Jakarta
Status : Kawin / 3 anak
Honorarium yang diterima selama tahun 2009 atas jasanya mengaudit laporan keuangan sebesar Rp. 20.000.000



Jawaban Manual :

I.Pegawai Tetap

1.Wijaya Kusuma

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.500.000
Tunjangan Jabatan Rp 1.000.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Tunjangan Transport Rp 500.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 4.400.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 52.800.000
Bonus Rp 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 62.800.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 62.800.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 3.140.000
Iuran Pensiun Rp 600.000 +
Jumlah pengurang Rp 3.740.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 59.060.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 37.940.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5 % x 37.940.000 = Rp 1.897.000

b.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.500.000
Tunjangan Jabatan Rp 1.000.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Tunjangan Transport Rp 500.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 4.400.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 52.800.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 52.800.000) Rp 2.640.000
Iuran Pensiun Rp 600.000 +
Jumlah pengurang Rp 3.240.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 49.560.000
PTKP (K/3) Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 28.440.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 28.440.000 = Rp 1.422.000

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 1.897.000
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 1.422.000
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp 475.000


2.Andika Prasetyo

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 800.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Tunjangan Transport Rp 300.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 3.500.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 42.000.000
Bonus Rp 2.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 44.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 44.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 2.200.000
Iuran Pensiun Rp 360.000 +
Jumlah pengurang Rp 2.560.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 41.440.000
PTKP (TK/0)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 25.600.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5 % x 25.600.000 = Rp 1.280.000

c.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 800.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Tunjangan Transport Rp 300.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 3.500.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 42.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 42.000.000) Rp 2.100.000
Iuran Pensiun Rp 360.000 +
Jumlah pengurang Rp 2.460.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 39.450.000
PTKP (TK/0) Rp 15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 23.700.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 23.700.000 = Rp 1.185.000

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 1.280.000
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 1.185.000
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp 95.000


3.Andriana Susanti

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Penghasilan gaji sebulan Rp 1.900.000
Tunjangan Jabatan Rp 300.000
Tunjangan Makan Rp 250.000
Tunjangan Transport Rp 200.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 2.650.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 31.800.000
Bonus Rp 2.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 33.800.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 33.800.000) Rp 1.690.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 32.110.000
PTKP (K/1)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 16.270.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5 % x 16.270.000 = Rp 813.500

b. Perhiitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji sebulan Rp 1.900.000
Tunjangan Jabatan Rp 300.000
Tunjangan Makan Rp 250.000
Tunjangan Transport Rp 200.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 2.650.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 31.800.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 31.800.000) Rp 1.590.000
Penghasilan neto setahun Rp 30.210.000
PTKP (K/1) Rp 15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.370.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 14.370.000 = Rp 718.500

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 813.500
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 718.500
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp 95.000

4.Singgih Sanyoto

Perhiitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :
Penghasilan gaji sebulan Rp 1.800.000
Tunjangan Jabatan Rp 300.000
Tunjangan Makan Rp 250.000
Tunjangan Transport Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 2.600.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 31.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 31.200.000) Rp 1.560.000
Penghasilan neto setahun Rp 29.640.000
PTKP (K/0) Rp 17.160.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 12.480.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 12.480.000 = Rp 624.000



II.Pegawai Tidak Tetap
1.Glenn Lasso
Penghasilan satu tahun (12 x Rp 1.500.000 ) Rp 18.000.000
PTKP (K/0) Rp 17.160.000
PKP Rp 840.000

PPh Terutang = 5% x Rp 840.000 = Rp 42.000

III. Penerima Honorarium
1.Virginia Brillianty
Honorarium = 5 % x Rp 1.200.000 = Rp 60.000

IV.Komisaris
1.Cleo Berlianqa
Honorarium : 5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

V.Tenaga Ahli
1.Sabrina Choirunnisa
Pph Terutang = 15% x 50% x Rp 20.000.000 = Rp 1.500.000

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. Pengertian SPT:
Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. Fungsi SPT :
Bagi Wajib Pajak Penghasilan
1.Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
2.Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
3.Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagi Pengusaha Kena Pajak
1.Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang.
2.Untuk melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
3.Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh pengusaha kena pajak dan atau pihak melalui lain dalam satu masa pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

C. Jenis - Jenis SPT :
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam satu masa pajak.
2.SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun pajak.

D. Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak :
1.Untuk Pajak Masa selambat-lambatnya tanggal 15 setelah berakhirnya masa pajak.
2.Untuk Pajak Tahunan, selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.



E. Batas Waktu Penyampaian SPT :
1.Untuk SPT Masa : selambat-lambatnya tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak.
2.Untuk SPT Tahunan : selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.

F. Sanksi Keterlambatan atau Tidak Menyampaikan SPT :
1.Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda, untuk SPT Masa sebesar Rp 50.000 dan utuk SPT Tahunan sebesar Rp 100.000.
2.Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
3.Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

G. Sanksi Perpajakan :
Dalam Undang-Undang Perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan pidana.
Perbedaan sanksi Administrasi dan sanksi Pidana menurut Undang-Undang Perpajakan adalah :
1. Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrati, yaitu : Denda, Bunga, Kenaikan.

2. Sanksi Pidana
Merupakan siksaan dan penderitaan, menurut Undang-Undang Perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu : Denda Pidana, Kurungan, dan Penjara.
Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam / dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancam kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, pihak ketiga.
Pidana penjara sama halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancam terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada wajib pajak.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A.Pajak Penghasilan Pasal 24
Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
.
B.Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga unsur berikut
1.Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2.Penghasilan Luar Negeri x PPh Terutang  yang biasa digunakan
Penghasila Kena Pajak
3.Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
Catatan
1.Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2.Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa negara maka jumlah maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara.
3.Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4.Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat :
Diminta Kembali
Di Kompensasikan
Sebagai Pengurang Penghasilan.

C.Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri
1.Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)  PKP = PNDN(Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri)
Catatan :
Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP (diabaikan)
2.Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
3.Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (%Pjk yang dikenakan di Luar Negeri x Besarnya penghasilan di Luar Negeri)
4.Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
5.Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6.Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.

Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus
PT. Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009memperoleh penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di Korea memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar 25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.
1.Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalan Negeri Rp 150.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
Jepang Rp 300.000.000
Korea Rp 400.000.000
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 850.000.000

2.Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000 :
28% x Rp 850.000.000 = Rp 238.000.000

3.Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri :
Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp 75.000.000
Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000

4.Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 84.000.000
KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000

5.PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Jepang sebesar :
Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar :
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)

6.Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :
Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pengertian PPh Pasal 22
Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain.

A.Pemungut PPh Pasal 22
1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah (Pusat dan daerah) BUMN & BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dan dananya berasal dari belanja negara dan / atau daerah.




Mekanisme Pemungutan :
PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual).
PPh Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak berakhir.

2. Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas barang impor.
Subjek PPh Pasal 22 Impor :
Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).

Tarif PPh Pasal 22 Impor :
Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari Nilai Impor.




Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari Nilai Impor.




Yang tidak dikuasai 7,5% dari Harga Jual Lelang.







Catatan :
Nilai Impor:
Nilai Impor adalah : Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan pabean bidang Impor.
Untuk menghitung Nilai Impor digunakan Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Tidak Dikenakan PPh Pasal 22:
Impor barang / penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan peraturan perundang – undangan tidak terutang pajak penghasilan.
Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu terdiri dari (dilaksanakan oleh DJBC), contoh : Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
Impor sementara yang semata–mata untuk diekspor kembali (dilaksanakan oleh DJB).
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah–pecah (tanpa SKB).
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum / PDAM dan benda–benda pos (tanpa SKB).

Saat Terutangnya Pajak :
Pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk : dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuaan Impor Barang (PIB).
Dirjen Bea dan Cukai akan menghitung dan menetapkan PPh Pasal 22 atas impor yang dilakukan oleh importir, kecuali bagi yang mendapatkan fasilitas pembebasan.
Atas perhitungan tersebut importir membayar PPh Pasal 22 ke Bank Persepsi. SSP yang diterima merupakan Kredit Pajak diakhir Tahun Pajak.
Mulai tahun 2003 setoran Pajak dan Bea Cukai bisa dijadikan satu (digabung) dengan menggunakan SSPBC (Surat Setoran Pajak dan Bea Cukai).

3.Badan Usaha Lainnya Atas Penyerahan Produk–Produk Tertentu :
Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen, Rokok, Industri Kertas, Industri Baja, dan Industri Otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas pembeliaan bahan– bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Tarif PPh Pasal 22

No
Transaksi / Objek
Besarnya Pungutan
Pemungut / Penyetor
Sf
1
Penjualan barang kepada pemerintah yang dibayar dengan APBN /APBD
1.5 % x Harga Jual
Bendaharawan Pem, Ditjen Anggaran, BUMN / BIMD
TF
2
Impor dengan API / Non API
2.5% / 7.5% x Nilai Impor
Bank Devisa, DJBC
TF
3
Penjualan Kertas di Dalam Negeri oleh industri Kertas
0.10 % x DPP PPN
Industri Kertas
TF
4
Penjualan Semen di Dalam Negeri oleh industri Semen
0.25 % x DPP PPN
Industri Semen
TF
5
Penjualan Baja di Dalam Negeri oleh industri Baja
0.3 % x DPP PPN
Industri Baja
TF
6
Penjualan Otomotif oleh industri otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum dalam negeri
0.45 % x DPP PPN
Industri Otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum
TF
7
Penjualan Rokok di Dalam Negeri oleh industri Rokok
0.15 x Harga Banderol
Industri Rokok
F
8
Penjualan Premium, Solar Premix, Super TT oleh Pertamina kepada SPBU Swasta / Pertamina
0.3 % / 0.25 % x Penjualan
Pertamina
F
9
Penjualan Minyak Tanah / Gas LPG, Pelumas
0.3 % x Penjualan
Pertamina
F
10
Penjualan Barang kepada BI, BPPN, BULOG, TELKOM, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank BUMN yang dibayar dengan APBN maupun non-APBN.

1.5 % x Harga Jual
BI, BPPN, BULOG , TELKOM, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank BUMN
TF
11
Pembelian bahan–bahan untuk kebutuhan industri / ekspor dari pedagang pengumpul oleh industri & eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan.
1.5% x Harga Beli
Industri Eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk KPP
TF


Contoh Perhitungan

PPh Pasal 22 Bea Cukai
Seorang importir pada awal tahun 2009memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia dengan Cost sebesar US$ 80,000. Biaya angkut dari luar negeri ke pelabuhan tujuan sebesar US$ 5,000 dan premi asuransi perjalanan yang dibayar dari luar negeri ke pelabuhan tujuan sebesar US$ 1,000. Bea Masuk yang dibebankan sebesar Rp 34.200.000 dan pungutan pabean lain yang rsemi sebesar Rp 16.000.000, kurs yang berlaku saat terjadinya import adalah US$ 1.00 = Rp 10.000. Hitunglah Pajak penghasilan Pasal 22 Bea Cukai, dalam kondisi baik importir memiliki API/APIS/APIT dan jika importir belum memiliki API/APIS/APIT ?

Perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai
Kurs yang berlaku =Rp 10.000
Harga import US$ 80,000 x Rp 10.000 = Rp 800.000.000
Biaya Angkut US$ 5,000 x Rp 10.000 = Rp 50.000.000
Biaya Asuransi US$ 1,000 x Rp 10.000 = Rp 10.000.000
Bea Masuk = Rp 34.200.000
Pungutan Pabean dan lain-lain = Rp 16.000.000 +
Nilai Import = Rp 910.200.000

Pajak Penghasilan Pasal 22 Bea Cukai bila importir memiliki API/APIS/APIT :
2.5 % x 910.200.000 = Rp 22.755.000
Pajak Penghasilan Pasal 22 Bea Cukai bila importir tidak memiliki API/APIS/APIT :
7.5 % x 910.200.000 = Rp 68.265.000

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendaharawan
Contoh Kasus 1 :
Sebuah perusahaan melakukan penyerahan barang kena pajak kepada suatu instasi pemerintah seharga Rp 990.000.000 yang pembayarannya melalui Kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan yang harus dipotong bila :
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM.
2. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah.
3. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%).

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM
Harga barang yang diserahkan Rp 990.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 990.000.000 Rp 14.850.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp 975.150.000

2. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah
Harga barang termasuk PPN (10%) Rp 990.000.000
PPN (10%)=Rp 990.000.000 x 10/110 Rp 90.000.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN Rp 900.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 900.000.000 Rp 13.500.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp 886.500.000

3. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%)
Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM(20%) Rp 990.000.000
PPN (10%)=Rp 990.000.000 x 10/130 Rp 76.153.000
PPnBM (20%) = Rp 990.000.000 x 20/130 Rp 152.307.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM Rp 761.540.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 761.540.000 Rp 11.423.100 -
Jumlah uang yang diterima Rp 750.116.900

Contoh Kasus 2 :
Nn. Adel menerima pembayaran atas penjualan meja tulis seharga Rp 750.000 ke Pemda DKI. Berapakah PPh Pasal 22 yang dipotong atas penjualan tersebut ?
Jawab :
Atas transaksi penerimaan pembayaran penjualan penjualan meja tulis sebesar Rp 750.000 ke pemda DKI tidak terutang PPh Pasal 22, disebabkan berdasarkan KMK Nomor 254/KMK.03/2001 atas pembayaran dari penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000 dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

A. Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang.
Bendaharawan Pemerintah, termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga lainnya dan Kedutaan Besar RI di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan.
Dana pensiun, Badan Penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
Yayasan, Lembaga, Perhimpunan, Organisasi dalam segala bidang kegiatan.
BUMN / BUMD, Perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak luar negeri.

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK (PPh Pasal 21)
Badan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan perlakuan yang sama bagi perwakilan Indonesia di negara tersebut.
Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan sebagai contoh IMF, ILO dan lain sebagainya.

D. WAJIB PAJAK PPh Pasal 21
Pegawai, Karyawan Tetap, Komisaris, dan Pengurus
Pegawai Lepas
Penerima Pensiun, yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu.
Penerima Honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya;
Komisi atau imbalan lainya, Uang saku, Beasiswa atau Hadiah
Penerima Upah harian, mingguan, borongan, satuan.

Catatan :
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26.

E. YANG TIDAK TERMAKSUD WAJIB PAJAK PPh Pasal 21
Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing, Konsulat.
Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka.
Pejabat perwakilan organisasi internasional dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
a)Bukan warga negara Indonesia.
b)Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.
c)Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

F. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh Pasal 21 (Obyek PPh Pasal 21)
1.Penghasilan teratur, terdiri dari :
Gaji, Upah, Honorarium
Uang Pensiun Bulanan
Premi Asuransi Bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
Tunjangan-tunjangan
Hadiah, Beasiswa
Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu
Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

2.Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari :
Bonus, diberikan dengan maksud untuk memotivasi kerja karyawan
Gratifikasi, sejumlah uang yang diberikan kepada komisaris atas jasanya
Tantiem, diberikan pada saat perusahaan mendapat laba
Jasa Produksi
Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Cuti
Premi Tahunan
Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur.

3.Penerima upah terdiri dari :
Upah Harian
Upah Mingguan
Upah Satuan
Upah Borongan

4.Penghasilan yang bersifat Final, terdiri dari :
Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan
Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film, pelukis, pemahat, crew film
Olahragawan
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll
Agen iklan
Peserta perlombaan
Petugas dinas luar asuransi
Petugas penjaja barang dagangan (sales)
Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
Distributor perusahaan MLM direct selling.

G. YANG TIDAK TERMAKSUD PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh Pasal 21
1.Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
2.Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termaksud pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak;
3.Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
4.Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan netto pegawai tetap, maka penghasilan bruto dikurangai :
1.Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan Rp 1.296.000 setahun atau Rp 108.000 sebulan.
2.Iuran yang terkait dengan Gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan badan penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT), yang dipersamakan dengan dana pensiun.


Contoh Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21

A.Pegawai / Karyawan Tetap Yang memperoleh Gaji / Upah Bulanan :
Contoh Kasus 1
Anggoro (K/2) bekerja pada PT. Kimia Jaya sejak tahun 2007. PT. Kimia Jaya setiap bulan membayar gaji untuk Anggoro sebesar Rp 2.000.000, tunjangan transpor dan tunjangan makan masing-masing Rp 750.000 dan Rp 750.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar Rp 50.000 dan Rp 30.000. PT. Kimia Jaya menanggung iuran THT setiap bulannya sebesar Rp 250.000 sedangkan Anggoro membayar Rp 125.000 setiap bulannya. PT Kimia Jaya membayar iuran pensiun ke badan dana pensiun tiap bulannya sebesar Rp 200.000 sedangkan Anggoro membayar Rp 100.000 tiap bulannya. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Anggoro di tahun 2009 tiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.000.000
Tunjangan makan Rp 750.000
Tunjangan Transport Rp 750.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 50.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 3.580.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.580.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 108.000
Iuran THT Rp 125.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Jumlah pengurang Rp 333.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.247.000
Penghasilan neto setahun Rp 38.964.000
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 2 = Rp 2.640.000 +
Rp 19.800.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.164.000

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp 19.164.000 = Rp 958.200
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 958.200 / 12 = Rp 79.850

Catatan :
Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya tidak perlu disetahunkan, tetapi hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja dari karyawan yang bersangkutan.
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilannya tersebut harus disetahunkan terlebih dahulu.
Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut ini !

Contoh kasus 2
Tn Riadi (K/3) bekerja pada PT. Kimia Jaya pada bulan April 2009. PT. Kimia Jaya setiap bulan membayar gaji untuk Tn Riadi sebesar Rp 2.000.000, tunjangan transpor dan tunjangan makan masing masing Rp 250.000 dan Rp 1.500.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar Rp 45.000 dan Rp 30.000. Tn Riadi membayar iuran THT setiap bulannya sebesar Rp 100.000, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 125.000 tiap bulannya. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tn Riadi tiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai / berhenti pada pertengahan tahun
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.000.000
Tunjangan makan Rp 250.000
Tunjangan Transport Rp 1.500.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 45.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 3.825.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.825.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 108.000
Iuran THT Rp 125.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Jumlah pengurang Rp 333.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.492.000
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 3.492.000 Rp 31.428.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 10.308.000

PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp 10.308.000 = Rp 515.400
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 515.400 / 9 = Rp 57.266

Contoh Kasus 3
Mr. Vince McMahon (K/3) adalah warga negara USA mulai bekerja di Indonesia tanggal 2 Mei 2009 pada PT. SUBARU, dan mendapat gaji sebulan Rp 2.000.000, tunjangan jabatan Rp 25.000 dan tunjangan keluarga Rp 100.000. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan premi kematian masing-masing sebesar Rp 10.000 dan Rp 12.000, sementara itu setiap bulan Mr. Vince membayar iuran THT sebesar Rp 5 % dari gaji pokok dan iuran pensiun sebesar Rp 100.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Mr. Vince di tahun 2009?

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang menerima gaji bulanan bagi orang asing yang menjadi WPDN yang mulai / berhenti bekerja pada pertengahan tahun
Penghasilan gaji sebulan Rp 2.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 25.000
Tunjangan Keluarga Rp 100.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 10.000
Premi Asuransi Kematian Rp 12.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 2.147.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 2.147.000) Rp 107.350
(maksimal diperkenankan Rp 108.000)
Iuran THT Rp 100.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Jumlah pengurang Rp 307.350 -
Penghasilan neto sebulan Rp 1.839.650
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.839.650 Rp 22.075.800
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.075.800

PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x Rp 955.800 = Rp 47.790
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 47.790 / 12 = Rp 3.982,5

Catatan :
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan pajak. Perbedaannya adalah :
Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan kedalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya, maka PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan dari karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan kedalam penghasilan bruto karyawan tersebut. Dengan syarat bahwan PPh Pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi perusahaan.

Contoh Kasus 4
Tn. Aziz masih bujangan bekerja pada PT. ABS dengan gaji perbulan sebesar Rp 4.000.000, kepada Tn. Aziz diberikan tunjangan Pajak sebesar Rp 40.000 sebulan, Iuran pensiun yang dibayar Tn. Aziz perbulan sebesar Rp 100.000. Berapa PPh Pasal 21 yang harus di tanggung Tn. Aziz?

Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh gaji bulanan dan tunjangan Pajak
Penghasilan gaji sebulan Rp 4.000.000
Tunjangan Pajak Rp 40.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 4.040.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.040.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 108.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Rp 208.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.832.000
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.832.000 Rp 45.984.000
PTKP (Bujangan)
Wajib Pajak Rp 15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 30.144.000
PPh Pasal 21 selama setahun :
5 % x 30.144.000 = Rp 1.507.200

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.507.200 / 12 = Rp125.600
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 85.600 (Rp 125.600 – Rp 40.000), ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari penghasilannya perbulan.

Contoh Kasus 5
Tn. Reza (K/3) bekerja pada PT. ABS dengan gaji perbulan sebesar Rp 4.000.000, pajak penghasilan ditanggung oleh pemberi kerja. Iuran pensiun yang dibayar Tn Reza perbulan sebesar Rp 100.000. Berapa PPh Pasal 21 yang harus di tanggung Tn Reza?
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan PPh Pasal 21-nya ditanggung pemberi kerja
Penghasilan gaji sebulan Rp 4.000.000
Total Penghasilan Bruto Rp 4.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 108.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Jumlah pengurang Rp 208.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.792.000
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.792.000 Rp 45.504.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 24.384.000

PPh Pasal 21 selama setahun :
5 % x Rp 24.384.000 = Rp 1.219.200

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.219.200 / 12 = Rp101.600
PPh Pasal 21 sebesar Rp 101.600 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Tn. Reza) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.



B. Pegawai / Karyawan Yang memperoleh Gaji / Upah Bulanan dan mendapat Bonus
Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR dan pemberian lain yang bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada contoh kasus dibawah ini :

Contoh Kasus 6
Bapak Mickael (K/3) memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 1.000.000 dan mendapat tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga masing-masing Rp 250.000 dan 250.000. Premi asuransi dan premi kecelakaan kerja dibayarkan oleh pemberi kerja masing-masing Rp 350.000 dan Rp 150.000. Setiap bulan Bapak Mickael harus membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-masing sebesar Rp 10.000 dan Rp 40.000. Pada bulan Juli ia mendapat bonus sebesar Rp 10.000.000. Berapa besarnya pajak yang terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Mickael?
Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
a.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Penghasilan gaji sebulan Rp 1.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 250.000
Tunjangan Keluarga Rp 250.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 150.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 2.000.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 24.000.000
Bonus Rp 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 34.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 34.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 1.296.000
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 1.896.000
Penghasilan neto setahun Rp 32.104.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak = Rp 15.840.000
Status Kawin = Rp 1.320.000
Tanggungan 3 = Rp 3.960.000 +
Rp 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 10.984.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5 % x 10.984.000 = Rp 549.200


b.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji
Penghasilan gaji sebulan Rp 1.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 250.000
Tunjangan Keluarga Rp 250.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 150.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 2.000.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 24.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 24.000.000) Rp 1.200.000
(maksimal diperkenankan Rp 1.296.000)
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 1.800.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 22.200.000
PTKP (K/3) Rp 21.120.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.080.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:
5 % x 1.080.000 =Rp 54.000

c.Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 549.200
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 54.000 -
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp 495.200